Kamis, 26 September 2013

KE MALMO SWEDIA, DAN BERKERETA API RIA KE OSLO, NORWEGIA (Seri 3, Minggu II)



Oleh : Manik Priandani, Bontang


Ada hal yang selalu teringat bila kita pergi sebentar keluar dari negeri tercinta kita ini. Yaitu budaya antri. Budaya antri yang sebenarnya bisa terus menerus kita coba, dan nantinya akan menambah kebiasaan kita yang luhur (tidak hanya gotong royong dan ramah tamah).

Seperti biasanya, aku berangkat ke kantor AF Energikonsult Syd AB naik bus (setir kiri) dengan karcis bulanan yang berbentuk kartu yang sudah diajari di hari pertama cara memakainya oleh Asa dan Wiveca. Kartu dimasukkan ke dalam suatu kotak kecil seperti tiket box, kemudian di layar kotak akan muncul tanggal, bulan, dan tahun kapan expired-nya. Setelah display tulisan itu keluar, kartunya-pun keluar lagi dari kotak. Masuk keluar kartu di dalam kotak tidak lebih dari setengah menit. Expired kartuku sampai tanggal 28 April 1997, artinya kami harus meminta lagi (ke kantor AF) untuk tanggal 29 April s/d 02 Mei 1997. Pintu akan menutup otomatis saat penumpang paling belakang sudah masuk (jelas sudah ada tombol di dekat supir yang mengatur ini). Lalu posisi bus-pun selalu miring ke kanan pada saat bus berhenti untuk menurunkan penumpang. Bus akan ”tegak” lagi saat sudah berjalan.

Bus kota di Swedia dengan box tiket-nya

Naik ke bus ini semuanya antri dengan rapi, tidak ada yang menyerobot. Dari anak kecil hingga nenek-nenek terbiasa antri. Tidak hanya naik bus saja, untuk semua kegiatan yang bergantian dengan orang lain (menyeberang jalan, membayar di kasir, membeli karcis di loket, dsb-nya), pasti mereka antri dengan sabar. Makanya saya jadi merasa kaget dan tak nyaman sewaktu sampai di Bandara Soekarno Hatta (dari Amsterdam) ; di counter pembelian tiket suatu maskapai penerbangan lokal kita, ada seorang Ibu menyerobot dan nyelonong dengan cueknya untuk membeli tiket, bahkan dengan sedikit menyikut saya...hehehe. Setelah saya lihat kanan kiri di Bandara Soetta ini, kok semuanya kelihatan tak mau antri ya... (waduh semoga ini bukan tanda-tanda gegar budaya yang menimpa saya. Sebulan di sana saja seperti ini (jadi suka antri dan malu kalau tidak), apalagi orang Swedia atau yang Bangsa lain yang terbiasa antri, bagaimana melihat gaya srobat-srobot Bangsa kita...pasti pusing lah!).

Senin, 7 April 1997
Hari ini sampai di kantor, mulailah menyimak pelajaran tentang Boiler, Conservasi, serta Cogeneration-nya hingga sore. Setelah pelajaran usai, kami melakukan studi visit ke Heleneholm Heat and Power Plant Malmo  yang letaknya hanya 15 menit naik bus dari kantor AF Enerkonsult Syd AB, sampai jam 18.00. 

 Heleneholm Heat and Power Plant

Heleneholm Heat and Power Plant
Heleneholm Heat and Power Plant adalah pembangkit panas dan listrik terbesar di kota Malmo dan merupakan pabrik pengembang fasilitas pemanas yang sangat penting di daerah ini. Dengan adanya empat musim di sana, pasti diperlukan sumber panas maupun sumber listrik untuk perusahaan dan perumahan di seluruh wilayah Malmo. Dengan menggabungkan panas dan tenaga (Combined Heat and Power atau disingkat CHP),  kapasitas produksinya cukup untuk memenuhi 40 persen dari kebutuhan pemanasan distrik Malmö dan 20 persen dari kebutuhan listrik di wilayah Malmo. Heat and Power Plant ini selain desain dan pengoperasian peralatan secara efisien juga memakai bahan bakar gas alam, bukan minyak. Emisi gas NOx, N2, CO2, H2S maupun limbahnya dijaga sekecil mungkin. Di Swedia, untuk perusahaan yang mampu mencapai zero emisi maupun polusi yang sangat rendah (ada batasan-batasan tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah) akan diberikan penghargaan, sedangkan yang melebihi ambang batas akan didenda.

Selasa, 8 April 1997
Hari ini full dengan pelajaran tentang Listrik dan Heat Exchanger (alat perpindahan panas) tanpa ada study visit. Setelah pulang dari kantor, kami berhenti di pusat kota. Masuk ke mall-mall dan toko yang bertuliskan duty free. Kami mencari sweater-sweater tebal yang berharga miring sebagai oleh-oleh (nantinya repot banget membawanya). Lalu mampir ke toko kecil di dekat Hotel untuk membeli kartu telpon (jaman dulu Hp dan BB, FB, twitter belum ada) yang bergambar lucu-lucu, ada anak-anak kambing, ada castil, dsb-nya. Kartu ini selalu saya pakai tiap hari untuk menelpon rumah (anakku yang masih bayi, suami, maupun pembantu) dan juga Ibu dan adikku. Bekas kartu telpon atau disebut telefonkort yang dikeluarkan oleh Telia (Telkom-nya Swedia) ini menjadi souvenir yang lebih diminati beberapa teman di Bontang daripada souvenir yang lain. Kalau di Denmark kartu telpon ini tertulis Teledanmark. Kalau di Norwegia dikeluarkan oleh Telenor.

 
 Kartu dan karcis yang saya pakai selama di negeri Skandinavia minus Finlandia

Rabu, 9 April 1997,
Dimulai dengan pengetahuan tentang Energy Producing Plants, kemudian malamnya dilanjutkan kelas khusus yang kami pelajari alias kami saksikan yaitu  Swedish Folklore Dancers. Kantin kantor disulap menjadi ruangan luas yang dipakai untuk menari tadisional ini. Sebelumnya Bertil, Asa, dan Wiveca sudah menyambut kami dengan ramah di pintu kantin.

Swedish Folklore Dances adalah tarian rakyat Swedia di masa lalu. Merupakan budaya yang dipelihara oleh Pemerintah Swedia dan ditampilkan dalam sertiap kesempatan, seperti saat ini. Penari-penarinya memakai baju tradisional rakyat Swedia yang khas. Kalau di Indonesia ini mirip baju kebaya-nya.
Berpasang-pasangan menari Swedish Folklore Dances

Penari perempuan memakai baju putih lengan panjang dan berkerah (rimpel, dsb-nya) kemudian memakai rok panjang warna gelap dan celemek untuk blouse maupun rok. Kerudung segitiga diikatkan di kepala, dan memakau sepatu pantofel dan kaos kaki berwarna hitam. Manis, sopan, dan simple.  Sedangkan kostum para pria tidak kalah atraktif. Memakai hem lengan panjang berwarna putih dan memakai baju luar semacam tuxedo pendek berwarna gelap (hitam), kemudian memakai celana tiga perempat napoleon yang ketat di ujung, dan dilengkapi kaos kaki selutut. Warna celana biasanya coklat atau putih. Tak lupa sepatu (boot) hitam dan topi (mirip topi svenson) warna hitam. 

Kostum pria ber-tuxedo pendek warna gelap dengan celana tiga perempat napoleon ketat di ujung

Musik dan nyanyian yang mengiringi tarian atau dansa ala pedesaan Swedia ini sangat rancak dan memerlukan gerakan lincah. Konon tarian ini merupakan simbol dari kesuburan dan kemakmuran Kekompakan dan kegembiraan terasa di sini. Para penari masuk dengan berpasang-pasangan. Kemudian masing-masing pasangan melakukan gerakan tarian maju mundur (seperti tarian Serampang Dua Belas tetapi berbeda fomat dan rasanya). Kemudian bergandengan melingkar bersama. Berbagai gerakan bersama juga dilakukan. Pokoknya meriah sekali. Aku dan beberapa temanpun diajak terlibat untuk menari. Mempraktekkan gerakan-gerakan indah dan lucu bersama-sama. Mengangkat dan mengayunkan tangan, dan melangkahkan kaki bersama-sama. Tim penari ini merupakan tim kesenian Malmo yang bernama “Folkdansens Vanner”. 

 Mereka menari dengan lincah

Kostum para penari perempuan.

Gerakan kayak ayunan

Sehabis ikut menari, aku mendapat teguran dari salah temanku yang berasal dari Timteng. Dikatakan bahwa aku tidak layak ikutan dance seperti itu karena aku muslimah, memakai kerudung (jilbab) dan telah bersuami. Kalau suami tidak ikhlas, bisa kena rajam. Astaghfirullah, rasanya aku tidak melakukan gerakan yang aneh-aneh, menurutkan gerakan-gerakan tarian itu cukup sopan, dan ini dilakukan bersama-sama dan kita seharusnya menghargai seni budaya bangsa lain. Betapa banyak yang harus kita pelajari dan juga saling sharing bila bertemu dengan teman-teman dari berbagai Negara ini.

Kamis, 10 April 1997
Seperti kemarin. Kegiatan penuh. Kuliah terus. Kali ini belajar tentang peralatan Evaporator dan Electric Power Generation. Pulangnya, aku dan Yani jalan-jalan ke pasar tradisonal. Di sana banyak dijual tanaman-tanaman cantik dan bunga-bunga indah. Buah-buahan terlihat segar dan mulis. Ada jagung, buncis, wortel, tomat dan kacang panjang yang terlihat bagus dan segar. Lalu aku ingat kata-kata Asa bahwa dia jarang membeli buah-buahan maupun sayuran yang terlihat licin, besar, dan mulus. Dia lebih memilih kacang panjang yang keriting dan mungkin ada sedikit kutunya daripada yang mulus. Karena buah dan sayuran yang besar dan gemuk dikhawatirkan banyak disemprot dengan pestisida dan juga memakai pupuk anorganik. Salut dan setuju. Bahkan konon pabrik pupuk anorganik sudah tidak ada di Swedia. Aku jadi mesam-mesem kalau mengingat ini. Kalau begitu bagaimana nasib pabrik urea-"ku" dong?

Jum’at, 11 April 1997
Hari Ulang tahun adikku.  Belajar tentang Dryers dan Efisiensi Energi pada Power Supply dan dilanjutkan study visit ke Barseback Nuclear Power Plant (BNPP). Kami berangkat dari kantor jam 13.00 menuju ke Pembangkit Power Tenaga Nuklir Swedia yang ada di Barseback dekat Malmo. Diperlukan waktu 30 menit sampai ke Barseback. Lokasi pembangkit tenaga nuklir ini berada di pinggiran pantai yang indah. 



 Barseback Nuclear Power Plant (BNPP)

Kami sudah diingatkan untuk tidak lupa membawa passport dan tidak boleh membawa kamera. Siap. Karena kami memang akan masuk ke suatu tempat yang bagiku sangat mengagumkan. Pada saat itu Swedia sudah memiliki banyak pembangkit Nuklir sementara Indonesia masih bercita-cita, dan belum terlaksana juga sampai sekarang.

Barseback Nuclear Power Plant (BNPP)
Sampai di BNPP kami disambut oleh pegawai di sana, dan diajak masuk ke auditorium BNPP. Sebelumnya passport kami dikumpulkan di resepsionis, dan diganti dengan badge tanda masuk Plant. Peraturan dan proses di Pembangkit Nuklir ini diterangkan garis besarnya di auditorium. Setelah itu kami diajak ke ruang ganti pakaian. Kenapa harus ganti? Jelas untuk menghindari efek langsung dari sinar radioaktif. Pakaian yang kami kenakan mirip pakaian astronot dan berwarna putih. Sekujur tubuh kami tertutup dengan baju berwarna putih dan juga masker kaca. Sepatu kamipun dibungkus plastik. Kayak astronot yang mau mendarat di planet lain.

Pemandu kami adalah seorang perempuan cantik dan sarjana nuklir (ehm keren). Dia sudah siap menerima konsekwensi bekerja di sini, disebutkan bahwa efek dari radiasi nuklir adalah kemandulan, apalagi kalau berkecimpung sehari-hari. Benar-benar wanita modern. Mrs cantik ini (aku lupa namanya) walau terlihat lembut bergerak cekatan. Jalannya cepat dan naik turun tangga dengan lincah. Kami diajak melihat-lihat reaktor nuklir dari atas. Kemudian diajak naik lift, tetapi lift-nya bukan untuk naik, tetapi untuk turun ke bawah hingga dasar ke sekian di dalam perut bumi (seingatku kedalamannya sekitar lima sampai enam lantai ke bawah, perlu aku yakinkan di buku panduannya). Hebat sekali. Bagaimana bisa membuat ruangan ini kedap air? Kami melihat reaktor dan peralatan yang lain di bawah. Kemudian naik ke atas lagi untuk melihat unit peralatan lain yang ada di luar lewat jendela kaca.



Singkat kata, aku sangat puas diajak ke sini. Menakjubkan dan luar biasa!

Dan sore ini kami harus segera pulang ke Hotel dan untungnya sampai di Hotel sesuai jadwal yang kami harapkan (sekitar jam 17.00). Karena jam 18.00-an, aku, Yani, dan teman kami Udomphan dan Theerasak (dari Thailand) akan segera menuju stasiun kereta api Malmo. Malam itu kami berencana ke Oslo, Norwegia naik kereta malam yang berangkat sekitar jam 19.00.

Naik Kereta Api

Stasiun kereta api Malmo terletak berdekatan dengan pelabuhan ferry penyeberangan ke Kopenhagen. Kami hanya berjalan kaki dari Hotel tidak lebih dari 15 menit. Langsung membeli tiket. Terus terang aku dalam kondisi lelah dan ngantuk berat. Hari ini acaranya full banget dan benar-benar menyita tenaga. Aku ingin cepat-cepat duduk di kursi kereta api.

Di kereta api bersama Udomphan dari Thailand

Masuk ke gerbong kereta aku heran, ruangan kereta bentuknya kayak bilik (kompartemen) yang ada pintunya. Tidak terlihat ada kursi. Nah...agak bingung jadinya. Tempatku di bilik nomor sekian. Aku buka pintu ”kamar” itu. Lho kok bukan kursi, tetapi tempat tidur gantung kanan kiri, masing-masing bertingkat tiga. Dan aku tambah deg-degan karena kami berempat mendapat tempat terpencar (berbeda bilik). Di dalam sudah selonjor lima orang, tinggal satu tempat tidur di kiri, paling atas lagi! Tempat tidurku! Benar-benar kejutan. Ya Allah...bayangkan tidur bareng-bareng orang di satu kamar, dan aku di atas. 

Interior dalam Kereta Api Malmo-Oslo (diambil dari blog Sigit Adinugroho)

”Teman-teman” sekamarku cuek saja. Mereka kelihatannya kelelahan. Yang tidur persis di bawahku  berkulit hitam, dan di dipan seberangku berkulit putih dan berambut pirang. Kelihatannya hanya ada dua orang bule di kompartemenku, yang lainnya berkulit berwarna. Semuanya laki-laki. Bayangkan (lagi)! Aku sebenarnya pengen menukar tempat mereka dengan tempat teman-temanku, tetapi bagaimana nih ngomongnya, lagian sebagian dari teman se-kompartemen-ku ini sudah tidur mendengkur. Yang belum tidurpun gayanya acuh tak acuh dan tak peduli. Bagus....

Kereta belum berjalan. Ada waktu untuk menenangkan diri. Akhirnya aku berusaha cuek juga, kemudian naik ke tempat tidurku itu sambil berdo’a dan meyakinkan diri dengan bekal bela diriku (?!@#$)  yang sedikit-sedikit masih aku ingat gerakannya. Aku sekalian menjamak sholat Maghrib dan Isya’-ku. Jadi lebih tenang.

Kereta SJ Nattåg (kereta malam) reguler inipun siap untuk berjalan. Sayup-sayup terdengar suara kondektur meniup peluit dan pengumuman kereta diberangkatkan. Lampu kota dan jalanan yang sepi Malmo pun melepas keberangkatan kami. Ketika kilatan lampu kian redup, berarti gerbong mulai meninggalkan kehidupan kota. Walau sempit, tempat tidur susun (berth) ini kiranya cukup nyaman dan membuat aku yang kelelahan melupakan rasa was-was karena dibuai oleh irama benturan roda dan rel yang teratur hingga terlelap begitu cepat sampai akhirnya terbangun karena ada suara peluit dan memelannya (jalan) kereta api ini.

Sabtu, 12 April 1997
Astaghfirullah, aku hampir saja telat sholat subuh. Aku langsung turun dari tempat tidurku dan mencari toilet untuk sikat gigi dan wudlu. Waktu aku keluar, masyaallah, kereta api ini sedang merambati tebing-tebing tinggi yang demikian curam dan terlihat demikian indah. Aku belum pernah melihat pemandangan seperti ini. Kereta api seakan meliuk-liuk menempel pada tebing-tebing cadas. Betapa pandainya mereka membuat kereta api yang safe seperti ini. Cadas-cadas itu demikian dekat di depanku. Aku cepat-cepat sholat dalam posisi duduk, setelah itu melanjutkan memandang keindahan alam wilayah Norwegia nan permai. Semburat sinar surya di antara tebing-tebing tinggi dan bayang-bayang pohon-pohon pinus dan perdu-perduan terlihat demikian menakjubkan. Sebentar lagi kereta akan sampai Oslo. Andai aku bangun lebih pagi, pasti lebih banyak lagi pemandangan indah yang dapat aku lihat.

Sekitar jam 07.00 pagi kami sampai ke Oslo. Kami tidak dapat langsung ke Hotel. Kita putuskan untuk jalan-jalan di sekitaran stasiun (tanpa mandi dulu!). Rasanya muka agak lengket (walau sudah cuci muka dan sikat gigi). Tetapi tak apa. Ini namanya perjuangan untuk melihat kota di wilayah utara bumi ini. Suhu di sini memang terasa lebih dingin dibandingkan dengan Malmo.

Postcard Oslo
Di Jembatan dekat Hotel, Oslo

Keluar dari stasiun kereta, terlihat gedung-gedung yang tinggi. Bendera berdasar warna merah dan bersalib putih berkibar di gedung-gedung. Kami benar-benar sudah sampai Norwegia! Gedung bercat coklat (kuning) banyak mendominasi. Kami berjalan ke arah gedung-gedung di atas sana. Seingatku ada gereja, kantor post, pasar, dsb-nya. Lagi-lagi teringat penataan kota yang seragam seperti ini. Oh iya, aku mendapat pesanan dari teman-teman Indonesia di Malmo untuk menghubungi Mbak Retno, staff Kedutaan Besar Norwegia saat itu yang sangat antusias bila ada orang Indonesia yang mampir ke Norwegia, khususnya kota Oslo. Bahkan disarankan untuk menelpon beliau dan pasti akan dijemput di tempat janjian. Tetapi dengan pertimbangan kami di sini hanya semalam, daripada merepotkan lebih baik  kami jalan sendiri (apalagi bersama teman-teman lain).


Setelah puas berkeliling di kawasan gedung-gedung kuno di sekitaran stasiun, kami kemudian menuju ke Hotel. Sedikit ingat sedikit lupa, kami saat itu naik trem menuju daerah pusat kota Oslo dan dekat dengan Hotel yang akan kami inapi nanti malam.  Alamat Hotel yang kami tuju sudah ada pada Udhompan. Dhompan yang mencari alamat hotel itu di internet. Sementara Theerasak membawa peta kota Malmo. Dhompan (dibaca : Dupong) adalah manager di Pembangkit Listrik terbesanya Thailand (seperti PLN-nya Indonesia); dia bersifat sabar, ngemong, dan cekatan. Jadilah kami jalan-jalan dengan nyaman. Dari situ aku belajar banyak dari Dhompan.  

Kami berhenti di pinggir pantai yang indah, berfoto-foto. Kemudian di depan patung raja berkuda. Lalu juga di jembatan kota yang bersih. Obyek wisata di Oslo mungkin cukup banyak. Namun sesuai tujuan semula, goal yang ingin kami capai adalah menginjakkan kaki di Oslo dan melihat kota cantik yang punya plesetan nama Solo dari orang-orang Indonesia. Di sanapun banyak toko-toko yang menjual barang dan baju second hand. Kami juga sempat masuk ke situ.

Bertemu teman se-Perusahaan
Saat makan siang tiba. Kami sudah mulai lapar.  Sempat kebingungan untuk mencari restoran yang pas. Karena bagaimanapun kami harus memilih. Kami sempat berkeliling ke tempat semacam pujasera-nya Oslo. Theerasak dan Dhompan setuju saja dengan kami. Akhirnya aku dan Yani memutuskan ke Mc Donald dan pesan burger ayam. Saat kami masuk ke Mc Donald...tarraaa...duduk di depan sana teman kami satu perusahaan : Khaspan Purba!!! yang kemarin sempat kami dengar mengikuti pelatihan soal Maintenance di Stockholm. Jadinya heboh! Dia sudah sebulan di Stockholm dan tidak ada teman sama sekali dari Indonesia. Selama sebulan itu dia merasa bosan berbahasa Inggris terus. Pengen  sekali bertemu dengan orang Indonesia dan berbahasa Indonesia. Akhirnya dia berteman dekat dengan teman sepelatihannya dari Filipina dengan pertimbangan setidak-tidaknya ada bahasa tagalog yang hampir mirip dengan bahasa Jawa (kapan Bahasa Jawa sama dengan Bahasa Indonesia?), misalnya dalam mengurutkan nomor ..siji, loro,telu, papat...(hehehe). Dan tahukah anda, bahwa teman saya ini berasal dari Medan dan asli dari tanah karo!.


Akhirnya kami perlu check in dulu ke Hotel. Rate kamar Hotel sekitar 400 krona per malam, dan mempunyai fasilitas cukup menyenangkan: sarapan, tempat tidur nyaman, kopi dan teh gratis. Setelah check in, kami lanjutkan lagi berkeliling menyusuri dan mengelilingi kota  Oslo sampai tengah malam. Aku tidak ingat lagi ke mana saja. Yang jelas kami juga masuk ke mall-mall nya Oslo yang isinya sama saja dengan mall di Indonesia. Dan berjalan-jalan lagi ke down town Oslo sepuasnya, karena besok pagi kami harus pulang naik kereta pagi yang melewati Goteborg kemudian ke Malmo.

Yang aku ingat dengan kota Oslo adalah kota yang tenang, bersih, dan aristokrat. Orang-orangnya terlihat hampir semua berpendidikan. Bahasa Inggris dipahami oleh semua kalangan. Selain yang aku ingat, masih banyak hal yang tidak aku ingat karena perjalananku ini singkat dan sudah berlangsung pada belasan tahun lalu.

Setelah matahari mulai tenggelam, kami balik ke hotel dan beristirahat. Menyiapkan diri untuk berkerataapi ria lagi balik ke Malmo.


Minggu, 13 April 1997
Bangun pagi. Kemudian sarapan. Setelah itu berfoto-foto sebentar di sekitaran Hotel, baru kemudian kami menuju ke stasiun Oslo. Kami naik kereta ekspres yang routenya agak berbeda, yakni melewati kota Goteborg. Perjalanan dari Oslo - Goteborg – Malmo menurut saya tidak seseru route kemarin. Tebing-tebung curam yang kemarin tidak terlihat. Hanya saat melewati Goteborg, pemadanangnya laut, dermaga, dan pelabuhannya sangat indah dan sibuk. Banyak kapal-kapal yang bersandar dan container-container yang menumpuk rapi di pinggir pelabuhan. Kereta api sempat berhenti di kota ini untuk menurunkan sebagian penumpang. Namun  kami tidak sempat turun di sini, karena waktu kami terbatas. Besok pagi sudah ada kelas yang harus  kami ikuti kembali.

Kota Goteborg dengan pelabuhannya.


Kami sampai di Malmo sekitar jam 19.00. Langsung pulang berjalan kaki menuju ke Hotel. Habis itu selonjor lagi.... 



(to be continued to part 4)

Bontang, 09 Agustus 2011 (dikirim ke blog ini tanggal 26 September 2013, agar cerita ini tidak hilang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar