Rabu, 09 Oktober 2013

KE MALMO SWEDIA, LANJUT KE STOCKHOLM BER-BUS RIA (Seri 4, Minggu III)



Oleh : Manik Priandani, Bontang

Ber-28 orang dalam satu kelas memang cukup ramai dan meriah. Setelah menginjak minggu ketiga mulailah ketahuan sifat atau ciri khas masing-masing personal maupun kebiasaan khas suatu Bangsa. Mungkin ini yang disebut sifat dan budaya.  Orang Indonesia terlihat selalu ramai kalau bertemu dengan sesama orang Indonesia atau kenalan, misalnya. Peserta maupun pengajarpun tahu rombongan siapa yang sering datang belakangan alias terlambat sampai lebih dari setengah jam, dan rombongan mana yang selalu ramai di kelas, siapa yang suka mengomentari gerak-gerik orang, suka berdiskusi, peduli, dsb-nya. Dan sangat mengagumkan...bahwa adat istiadat itu hampir identik dengan Bangsa tertentu; mungkin itulah muncul ilmu Anthropology maupun Sosiologi. Hal seperti ini merupakan ilmu tambahan yang jarang kami peroleh dari suatu pelatihan pada umumnya. 

Senin, 14 April 1997
Setelah mempelajari Steam dan Condensate Systems, di siang harinya kami dijadwalkan untuk mengikuti praktek dan menghitung Steam dan Condensate system di laboratorium Universitas Lund Malmo. Karena mau jadi mahasiswa setengah hari, kami dianjurkan membawa kalkulator dan peralatan tulis.

LUND UNIVERSITY
Letak University of Lund tidak terlalu jauh dari Malmo. Hanya memerlukan waktu seperempat jam dengan naik bus dari kantor AF.  Universitas Lund merupakan salah satu universitas tua di Eropa Utara. Suasana di universitas ini sangat nyaman. Universitas Lund  atau dalam bahasa Swedia (Svenska) disebut Lunds Universitet biasa juga disebut Regia Academia Carolina, atau Universitas Gothorum Carolina, merupakan lembaga pendidikan dan penelitian terbesar di Skandinavia. Universitas ini didirikan pada tahun 1666 dan merupakan universitas tertua kedua di Swedia setelah Universita Uppsala yang didirikan tahun 1477. (Bayangkan, betapa orang Swedia memang sudah suka belajar dan berpendidikan tinggi di saat kita masih belajar dengan cara yang berbeda). Univeristas Lund memiliki beberapa kampus tambahan di Malmo dan Helsingborg.

Di akhir pelatihan nanti, kami mendapatkan formulir isian bila tertarik untuk melanjutkan belajar di sini, dan akan didukung dan direkomendasikan oleh lembaga pelatihan kami. Sebenarnya saat itu saya sangat tertarik, namun teringat bagaimana dengan keluargaku. Bila benar-benar diterima (hehe..ge-er dikit, padahal cukup sulit masuk sini), masak harus berpisah dengan dengan bayiku yang masih imut. Akhirnya formulir tersebut hanya kusimpan sebagai kenang-kenangan. Hidup harus memilih dan membuat skala prioritas untuk diri sendiri.


Lund University
Selasa, 15 April 1997
Kali ini mendengarkan penjelasan tentang Automatic Control, dan siang harinya (13.00) dilanjutkan study visit ke Alfa Laval Thermal AB, Lund, sampai sekitar jam 16.30. Alfa Laval adalah pembuat peralatan pabrik, khususnya peralatan perpindahan panas yang berbentuk plate. Di pabrik kami-pun banyak memakai peralatan type ini.

ALFA LAVAL THERMAL AB LUND
Dalam kunjungan kami ke Alfa Laval Thermal AB Lund ini, kami dilarang untuk memfoto. Namun aku sangat kagum dengan pembuatan plate dan alat perpindahan panas yang terlihat cukup sederhana itu (padahal sebenarnya tidak sesederhana itu). Peralatan yang dipakai berupa mesin pengepress yang sudah memiliki cetakan pola dengan alur-alur tertentu (dihitung dan didesain oleh para ahli sesuai prinsip pertukaran panas, dan inilah sebenarnya teknologi yang mahal), kemudian lempengan logam dengan ketebalan tertentu dimasukkan ke dalam mesin. Lempengan logam yang permukaannya semula mulus, keluar mengikuti pola cetakan. Plate tersebut menjadi seperti kulit wafer logam tipis. Kemudian dilumasi dengan oli, dipasangi gasket, kemudian dirangkai. Jumlah plate yang dirangkai sesuai dengan kebutuhan. Cerdas betul yang pertama kali menemukan ide pembuatan HE seperti ini.

Di sore harinya kami menuju kantor kembali, karena akan ada presentasi tentang politik, ekonomi, budaya, science, teknolcgi, dan antisipasinya dari jam 18.00. Acara ini selesai hingga jam 20.30. Pada intinya masyarakat Swedia memiliki teknologi tinggi, tatanan ekonomi politik yang stabil, menghargai hak azasi manusia, dan mencintai lingkungannya.

Rabu, 16 April 1997
Rabu kali ini pelajaran benar-benar full sampai sore. Dari case study material and energy balances, sampai compressor udara. Sorenya, Aku dan Yani kembali jalan-jalan ke toko-toko kristal dan gelas-gelas indah. Bagus-bagus semua. Liontin mungil cantik dengan harga yang relatif murah akhirnya terbeli juga. Dan kami juga mencoba jajanan pinggir jalan yaitu kebab isi sayur (untuk vegetarian). Enak juga.

Kamis, 17 - 20 April 1997
Pagi-pagi kami sudah diingatkan untuk sarapan di restorasi (jadi teringat suasana ruang itu; tempat duduk dan mejanya terbuat dari kayu yang dicat hijau, persis dalam gambar di part 1, semuanya serba hijau), dengan sajian seperti biasanya : roti tawar, croisan, selai, keju, mayonaise, berbagai salad, tomat, dan makanan-makanan lain (yang jarang saya ambil), kopi, teh, dan juice. Hari ini kami akan menuju ke Stockholm naik bus.

Jam 08.00. kami berangkat ke Stockholm dengan membawa satu ransel punggung yang berisi baju ganti dan tetek bengek untuk keperluan selama 3 – 4 hari. Untungnya saat itu musim semi, hawa-hawanya masih seperti musim dingin. Artinya badan tidak banyak berkeringat, jadi aku hanya membawa baju dua stel dan siap dipadu-padankan. Selain itu aku hanya punya satu buah baju hangat yang berwarna merah itu. Kemarin sempat tertarik untuk membeli satu overcoat cantik, namun sayang saat itu tidak menemukan ukuran yang pas (dan harganya cukup ehm).

Bus yang kami naiki adalah bus dengan kapasitas 30 orang. Jadi pas benar dengan satu rombongan besar kami ini. Waktu itu, aku melihat bus ini terlihat bagus dan efisien. Bagasi luas dan tempat duduk penumpang, letaknya sangat tinggi. Seperti bus semi tingkat yang dilengkapi dengan toilet di dalam.

Pemandangan di sepanjang jalan begitu menarik. Bunga-bunga rumput warnai warni, kuning, merah, ungu, bermekaran di sepanjang jalan maupun tanah kosong. Sedangkan rumah-rumah pertanian yang bercerobong dan mengeluarkan asap di atasnya dikelilingi oleh ladang gandum yang menguning bak permadani kuning yang dihamparkan. Aku jadi teringat foto-foto yang sering kita lihat di kalender atau gambar sulaman yang dipigura di rumah. Kemudian terlihat tanah-tanah luas berperdu dan bertanaman pendek. Tanaman-tanaman yang tinggi jarang terlihat. Di sebelah kiri kami, seing terlihat danau biru yang membentang. Memang betul-betul negeri danau.

Jam 12.00. kami sampai Monsteras dan akan makan siang di sini. Di sepanjang jalan Monsteras, terlihat danau-danau yang luas dari kejauhan. Kami turun di restoran yang punya tempat parkir sangat luas dan berlatarbelakang danua Monsteras yang indah. Banyak kendaraan dan bus yang parkir di sana. Berarti ini tempat istirahat yang popular bagi orang-orang untuk melepaskan lelah selam menempuh perjalanan yang panjang. Bayangan saya sepert kita mampir di Cirebon atau Tegal saat berkendara dari Jakarta ke Semarang.

SODRA CELL AB MONSTERAS BRUK PULP PRODUCTION
Di Monsteras ini ada pabrik kertas terkenal yang bernama Sodra Cell AB, Monsteras Bruk Pulp Production. Setelah makan siang kami mampir ke sana. Mempelajari proses, pengolahan limbah, maupun bagaimana cara mendapatkan bahan baku berupa kayu yang rutin harus disediakan. Sodra Cell AB konsisten dalam menyiapkan bahan baku secara kontinyu dengan menanam pohon sekian Kali lipat jumlahnya setiap menebang satu pohon, sehingga dengan cara ini tidak akan kehabisan bahan baku. Sodra Cell AB memiliki lahan luas yang khusus ditanami pohon-pohon ini. Hal ini perlu juga dicontoh oleh negara-negara  berkembang seperti Indonesia yang kaya hutan, namun amsih belum dapat mengimbangkan antar yang ditebang dengan yang ditanam.

Usai study visit tersebut, jam 15.30. kami berangkat dari Monsteras ke Stockholm. Masih perlu waktu sekitar 5 jam lagi untuk sampai Sockholm. Kami gunakan untuk ngobrol, menikmati pemandangan di kiri dan kanan, dan tidur!

Sekitar jam 20.00-an sampailah kami di ibukota negara Swedia, Stockholm.  Kami akan menginap di Kom Hotel.



KOM KOTEL
Hotel Kom terletak di jalan Dobelnsgatan 17 – 19 111 40 Stockholm (Lama-lama aku tahu bahwa ”Sgatan” itu artinya ”jalan”, karena hampir semua jalan memakai kata sgatan di belakangnya).

Lokasinya di pusat kota dan mudah ke mana-mana. Hotel berbintang tiga ini dekat sekali dengan Radmansgatan Metro Station dan Drotttninggatan, ”Stureplan”, London Piccadilly, pusat perbelanjaan, mal, dan tempat-tempat wisata utama yang dapat hanya beberapa menit berjalan kaki. 10 menit berjalan kaki ke pusat kota (Sergels Torg) dan jalan perbelanjaan besar (Drottninggatan, atau  berjalan 3 menit ke stasiun kereta bawah tanah. Ke Gamla Stan-pun bisa berjalan kaki. Hotel kami terlihat sedikit nyelempit dengan lobby khas hotel-hotel di Swedia, mungil, namun efisien.


Jum’at, 18 April 1997

Sarapan pagi seperti biasa. Kali ini kami diajak ke NUTEK (Swedish National Board of Industrial and Technical Development). Jam  08.30. kami berangkat. Sampai di sana kami disambut oleh beberapa pejabat NUTEK, antara lain Mr. Kalle Hashmi (keturunan Arab) dan mendengarkan presentasi di ruang kelas yang cukup luas. Pejabat-pejabat NUTEK sangat ramah dan menyambut kami dengan antusias.

NUTEK (Swedish National Board of Industrial and Technical Development)
Adalah otoritas pusat public di Swedi yang menangani isu-isu kebijakan Industri di Swedia. Tugas lembaga ini adalah merangsang pembangunan Industri di seluruh wilayah Swedia. Lembaga ini mungkin seperti Departemen Perindustrian atau Kementrian BUMN, saya tidak begitu yakin. Namun bantuan-bantuan teknologinya juga terasa sampai di negara berkembang seperti Indonesia, terutama dalam research dan aplikasinya yang berhubungan dengan lingkungan hidup.

Jam 12.00. siang kami dijamu oleh NUTEK dan diajak makan siang di restorasi gedung ini. Saya sempat satu meja dengan Mr. Kalle Hashmi dan beberapa pejabat NUTEK. Obrolan kami saat itu cukup membanggakan saya, karena para pakar tersebut mengatakan bahwa walau saat ini Indonesia masih dianggap Negara berkembang, namun terlihat sebentar lagi akan menjadi Negara  maju di Asia, mengejar Jepang. Soeharto cukup bagus sebagai Presiden. Bangga sekali saat itu. Ah…andai kini hal itu benar-benar terbukti…..

Selesai makan siang, kami berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke tempat lain yaitu Enkoping. Kami akan mampir ke Enakraft Heat and Power Plant, Enkoping.

ENKOPING
Enkoping termasuk dalam provinsi Uppsala. Enkoping dekat dengan danau Mälaren, berjarak 78 km arah barat Stockholm. Merupakan kota besar di Swedia dan merupakan daerah bisnis dan industry dengan radius hingga 120 km. Selain itu Enkoping adalah daerah pertanian yang subur.

ENAKRAFT HEAT AND POWER PLANT, ENKOPING
Enakraft ini hampir sama dengan Heleneholm Heat and Power Plant, namun agak berbeda dalam hal bahan bakunya. Sama-sama memakai metode CHP (Combined Heat and Power), namun bahan bakar utama yang dipakai adalah chips kayu bukan gas alam. Kayu-kayu diperoleh dari limbah-limbah kayu industri. Kami mengelilingi pabrik ini dan masuk ke Plant, dan pabrik relatif sepi ( tidak banyak operator) yang mengoperasikan pabrik. Hampir semua computerised. Maklum penduduk Swedia tidak begitu banyak. Negeri ini pada urutan ke-155 di dunia untuk kepadatan penduduknya.

Study visit di Enakraft usia, dan pada jam 16.15.  kami balik ke Hotel. Saatnya jalan-jalan.

STOCKHOLM
Stockholm menobatkan dirinya sebagai ibukota budaya dari Skandinavia, sebuah wilayah yang mencakup Denmark, Norwegia dan Swedia. Kota ini memiliki lebih dari 100 museum yang tersebar di berbagai penjuru kota.

Setelah makan malam, saya sempatkan untuk keluar melihat-lihat sekitaran Hotel yang ramai, kiranya Hotel kami terletak di jantung kota dan pusat keramaian Stockholm. Asyik, besok dilanjutkan jalan-jalan lagi sampai puas. Sore itu kami berkeliling di sekitar Hotel.

Kami berjalan melalui Central Station dengan latar distrik Norrmalm, pusat kota modern Stockholm saat ini. Setelah itu, kami menuju ke lokasi bangunan-bangunan tua di Gamla Stan (kota tua). Untuk mampir ke pusat belanja nanti saja.

Umumnya kota-kota dibatasi oleh perbatasan semu, maka batasan wilayah dari satu daerah dengan daerahnya adalah air (seperti batas antara kota Jawa Barat dan Jawa Tengah adalah sungai Losari). Kota ini terdiri dari sekian pulau yang dihubungkan jembatan. Gamla Stan terletak di pusatnya, di sebuah pulau kecil yang menjadi cikal bakal kota Stockholm lebih 700 tahun yang lalu. Tak ubahnya seperti Kota Tua di Jakarta, Gamla Stan memiliki banyak sekali struktur bangunan yang masih mempertahankan keasliannya sejak jaman pertengahan.

Tata letak jalan-jalannya pun masih menyerupai zaman itu. Organik, seperti labirin dan sempit. Tak semua jalan itu bisa dilalui kendaraan bermotor. Selain karena daerah konservasi, kebanyakan juga terlalu sempit untuk dilewati. Karena waktu sudah menjelang sore, saya tidak dapat meneruskan jalan-jalan memutari Gamla Stan. Besok siang lagi saja. Sekarang balik ke Hotel dan mampir melihat-lihat toko-toko mungil berdinding batu bata yang berdempet-dempetan itu bersama isinya. Kaos dan topi yang bertuliskan Sverige terbeli sudah.

Setelah kembali ke Hotel, kami kedatangan tamu; temanku yang dulu bertemu di Oslo. Dia tahu kalau kami datang ke Stockholm, sehingga mendatangai Hotel kami, dan persis Hotel dia tidak jauh dari jalan Dobelnsgatan ini. Akhirnya kami bertiga mengobrol di lobby sampai sekitar jam 22.00-an. Setelah temanku pamit pulang, aku kaget saat teman sepelatihanku dari Timur Tengah menemuiku dan bertanya (lagi) : ”Itu saudaramu atau siapamu. Muhrim atau tidak? Kok malam-malam ke sini menemuimu?”. Oohh...makanya dari tadi dia duduk diam di pojok lobby sambil memperhatikan kami saat kami bertiga berbincang-bincang santai. Terima kasih teman telah dijaga, tetapi beginilah tradisi Indonesia, menerima tamu dengan terbuka, asalkan tetap memegang teguh norma, ajaran agama, dan tradisi luhur.

Sabtu, 19 April 1997
Hari ini kami akan mengunjungi Istana Drottningholm atau Drottningholms Slott.  Jam 08.55 kami bersama-sama naik bus menuju ke sana. Temanku ikut bergabung dengan kami (setelah minta ijin ke panitia). Lima menit kemudian kami sudah sampai ke istana megah dan cantik ini. Dari Hotel naik Bus diantar ke (nyampe jam 09.00) dekat sekali. Hotel kami terletak tidak jauh dari kawasan ini.

ISTANA DROTTNINGHOLM
Dalam bahasa Svenska disebut Drottningholms slot, yaitu tempat tinggal pribadi dari keluarga kerajaan Swedia (Konungariket Sverige). Dibangun di atas pulau  Lovön, dalam wilayah Kotamadya Ekero, Stockholm. Dibangun pada akhir abad ke-16. Pada abad ke-18 dipakai sebagai kantor Pengadilan Kerajaan Swedia. Drottningholm berarti Pulau Ratu, dan merupakan bangunan Renaisance yang dibangun oleh raja John III untuk ratu Cahterine Jagellon pada tahun 1580 dengan perancang Willem Boy.
Bangunan ini demikian mudah, dan halamannya luas sekali dan indah. Pagarnya berupa tumbuhan perdu yang dipotong cantik sedemikian rupa. Istana ini terlihat sepi. Bahkan saat itu hanya kami saja yang terlihat datang. Kami mengelilingi seluruh jalan berpagar tanaman tersebut. Dan jelas tak lupa berfoto ria. Untung ada temanku yang ikut. Karena dia sudah pernah ke sini, dialah yang menjadi juru jepret-nya.
Perjalanan dilanjutkan dengan berkeliling kota Stockholm dengan naik bus dan berhenti di down town Stockholm untuk beberapa lama. Sekitar jam 13.00 kami diantar kembali ke Hotel. Setelah sholat, kesempatan untuk melihat-lihat Gamla Stan dan sekitarnya kami lanjutnya hari itu. Mumpung di Stockholm!

GAMLA STAN
Gamla Stan adalah Stockholm di abad ke-13. Sebagian besar kabupaten ini terletak di pulau Stadsholmen. Ini berisi banyak gang-gang abad pertengahan, jalan-jalan, alun-alun, bangunan megah dan patung. Untuk mengelilingi kawasan ini hanya diperlukan waktu 1 jam minimal. Namun bila ingin berhenti dan duduk-duduk dahulu bisa lebih dari satu jam. Panjang total jalan hanya sekitar 1,1 km.

Bangunan di sini adalah bangunan bata merah dan lantainya berpaving kuat. “Rumah” yang satu dengan yang lainnya saling berhimpit. Di Gamla Stan ini terdiri dari beberapa  gang (jalan yang relatif sempit) yaitu Gang  Järntorgsgatan (Besi Square Street) membentang ke selatan, merupakan jalan utama ke kota dari Södermalm. Nama jalan ini diambil dari nama seorang pandai besi yang bernama  Jerntorgs Gatun (1685).

Kemudian Järntorget (Besi Square) adalah alun-alun kecil di Gamla Stan. Lalu Marten Trotzigs Grand sebuah gang yang mengarah dari Västerlånggatan dan Järntorget, jalan ini mengecil hingga menyempit sampai 90 cm (seperti gang-gang di Cisitu Lama Bandung). Marten adalah seorang pengusaha besi dan tembaga yang emnjadi pedagang terkaya di Stockholm abad ke-16.  Kemudian Österlånggatan (Timur Long Street), merupakan salah satu jalan utama di Stockholm selama berabad-abad. Di sini terdapat  restoran Den Gyldene Freden yang mempunyai interior yang tidka berubah hingga kini. 
Ada jalan Johannesgränd namanya berasal dari Ordo Santo Yohanes, sebuah gereja awal abad ke-16 di sisi utara bagian timur gang. Lalu ada Köpmanbrinken (Lereng Merchant) , terdapat patung Santo George dan Naga, replika asli tahun 1912 asli dari Katedral Stockholm Katedral. Kemudian Branda Tomten (Lot Burnt) adalah pertigaan untuk publik dengan beberapa bangku di bawah pohon kastanye.

Lalu gang Kindstugatan yang membentang barat dari Branda Tomten menjadi Tyska Brinken, melintasi Svartmangatan dan Skomakargatan. Gedung abu-abu di Nomor 4, Törnska Huset memiliki dua portal. Ketika membangun Nomor 13, di sudut Köpmangatan, dibangun pada 1768, ruang kecil di depan itu sengaja dibiarkan kosong untuk memungkinkan kereta kuda berubah haluan.
Prästgatan (Imam Street) membentang dari cul-de-sac barat Istana Kerajaan sampai Österlånggatan di sudut selatan Gamla Stan, sejajar dengan Västerlånggatan. Sedangkan Gåstorget (Goose Square) adalah alun-alun kecil yang terletak di antara dua gang, Överskärargränd dan Gåsgränd. Yang terakhir adalah gang Lilla Nygatan (Kecil New Street) membentang dari. Rumah nomor 6 adalah Postmuseum, yang menampung koleksi filateli pos dan unik bersejarah, didirikan pada tahun 1906.

Aku sempat melewati jalan kecil dan sempit banget dngan gedung yang agak suram, sehingga samapai di jalan buntu. Beberapa ruas jalan memang memiliki kesan sebagai jebakan turis, yang tersembunyi dan lebih menarik.

Di toko-toko ini sempat mencari motif cruisteek pesanan Ibu, namun tidak aku temukan. Akhirnya kau hanya membeli souvenir berupa piringan kayu berukir, bergambar gedung-gedung kuno Stockholm. Soal makanan khas di sana yang berupa gilingan daging (bakso), terus terang, aku tidak berani mencobanya. Lebih baik tidak, daripada salah makan.

Minggu, 20 April 1997
Di hari terakhir ini, kami mulai merasa mengenal kota Stockholm. Aku berjalan ke down town bareng Yani, Udhompan, Theerasak, Lina (Philipina), Sandra (Brazil), Sergio (Brazil) dan teman-teman lain. Sambil jalan banyak hal yang kami perbincangkan. Aku sempat heran bahwa teman-teman lebih tahu tentang issue-issue pemerintahan Pak Soeharto, bahkan sampai soal keluarga Pak Soeharto dan almarhun Bu Tien; sedangkan teman-teman  yang dari Amerika Latin membicarakan tentang ”penguasaan” Indonesia terhadap Timor Timur ; teman-teman dari jazirah Arab berbicara tentang orang-orang muslim di Indonesia; semuanya aku tanggapi dengan wajar dan meluruskan (sesuai versiku) bila mereka mempunyai pendapat yang salah. 


Kami mencari sovenir yang kurang. Aku dan Yani iseng-iseng masuk ke toko second hand lagi yang cukup banyak di sekitaran daerah itu. Barang cukup bagus. Banyak barang ber-merk tetapi sudah bekas orang. Aku tidak bisa membayangkan memakai baju bekas (terutama yang berbentuk blouse atau sejenisnya), rasanya risih saja. Seingatku sweater, kaos, dan topi, dan juga dasi yang telah aku beli kemarin di ”toko normal” sudah cukup sebagai oleh-oleh. Kami hanya melihat-lihat dan membandingkan harga yang memang jauh lebih murah daripada dengan yang baru (jelas dong ya).

Kami berjalan lagi sampai di kawasan gedung yang megah. Setelah kami lihat, kiranya kami berada di sekitar Stadshuset atau gedung balaikota dengan tiga Kronen emas diatas menara yang merupakan simbol kota Stockholm dan merupakan tempat berlangsungnya Gala Dinner acara pemberian hadiah Nobel. Dari sini, kami juga dapat melihat kota Stockholm dari atas bukit. Pengen rasanya masuk ke gedung tersebut, namun gedung tertutup untuk umum dan dijaga ketat. Kami terus berjalan, kemudian kami melewati Museum Nobel yang di depannya terdapat patung Pak Alfred Nobel. Hanya beberapa meter berjalan, sampailah kembali di jalan Dobelnsgatan, tempat Hotel kami berada.

Acara bebas berlangsung hingga jam 13.00. Setelah makan siang dan mengemasi semua barang untuk dimasukkan ke ransel dan sebagian barang ditenteng, sekitar jam 14.00 kami naik bus dan saatnya kembali ke Malmo. Perjalanan pulang ini tidak banyak yang kami lihat dan lakukan, karena hari semakin sore dan kami hanya berharap bisa segera sampai ke Malmo untuk beristirahat, karena esok pagi sudah ada acara masuk kelas. Kami sampai di Malmo jam 23.00. Hampir lewat tengah malam.
(Bersambung ke Seri 5 ).
.
Bontang, 11 Agustus 2011 (dipindah ke Blog Manik Priandani 09 Oktober 2013)

Kamis, 26 September 2013

KE MALMO SWEDIA, DAN BERKERETA API RIA KE OSLO, NORWEGIA (Seri 3, Minggu II)



Oleh : Manik Priandani, Bontang


Ada hal yang selalu teringat bila kita pergi sebentar keluar dari negeri tercinta kita ini. Yaitu budaya antri. Budaya antri yang sebenarnya bisa terus menerus kita coba, dan nantinya akan menambah kebiasaan kita yang luhur (tidak hanya gotong royong dan ramah tamah).

Seperti biasanya, aku berangkat ke kantor AF Energikonsult Syd AB naik bus (setir kiri) dengan karcis bulanan yang berbentuk kartu yang sudah diajari di hari pertama cara memakainya oleh Asa dan Wiveca. Kartu dimasukkan ke dalam suatu kotak kecil seperti tiket box, kemudian di layar kotak akan muncul tanggal, bulan, dan tahun kapan expired-nya. Setelah display tulisan itu keluar, kartunya-pun keluar lagi dari kotak. Masuk keluar kartu di dalam kotak tidak lebih dari setengah menit. Expired kartuku sampai tanggal 28 April 1997, artinya kami harus meminta lagi (ke kantor AF) untuk tanggal 29 April s/d 02 Mei 1997. Pintu akan menutup otomatis saat penumpang paling belakang sudah masuk (jelas sudah ada tombol di dekat supir yang mengatur ini). Lalu posisi bus-pun selalu miring ke kanan pada saat bus berhenti untuk menurunkan penumpang. Bus akan ”tegak” lagi saat sudah berjalan.

Bus kota di Swedia dengan box tiket-nya

Naik ke bus ini semuanya antri dengan rapi, tidak ada yang menyerobot. Dari anak kecil hingga nenek-nenek terbiasa antri. Tidak hanya naik bus saja, untuk semua kegiatan yang bergantian dengan orang lain (menyeberang jalan, membayar di kasir, membeli karcis di loket, dsb-nya), pasti mereka antri dengan sabar. Makanya saya jadi merasa kaget dan tak nyaman sewaktu sampai di Bandara Soekarno Hatta (dari Amsterdam) ; di counter pembelian tiket suatu maskapai penerbangan lokal kita, ada seorang Ibu menyerobot dan nyelonong dengan cueknya untuk membeli tiket, bahkan dengan sedikit menyikut saya...hehehe. Setelah saya lihat kanan kiri di Bandara Soetta ini, kok semuanya kelihatan tak mau antri ya... (waduh semoga ini bukan tanda-tanda gegar budaya yang menimpa saya. Sebulan di sana saja seperti ini (jadi suka antri dan malu kalau tidak), apalagi orang Swedia atau yang Bangsa lain yang terbiasa antri, bagaimana melihat gaya srobat-srobot Bangsa kita...pasti pusing lah!).

Senin, 7 April 1997
Hari ini sampai di kantor, mulailah menyimak pelajaran tentang Boiler, Conservasi, serta Cogeneration-nya hingga sore. Setelah pelajaran usai, kami melakukan studi visit ke Heleneholm Heat and Power Plant Malmo  yang letaknya hanya 15 menit naik bus dari kantor AF Enerkonsult Syd AB, sampai jam 18.00. 

 Heleneholm Heat and Power Plant

Heleneholm Heat and Power Plant
Heleneholm Heat and Power Plant adalah pembangkit panas dan listrik terbesar di kota Malmo dan merupakan pabrik pengembang fasilitas pemanas yang sangat penting di daerah ini. Dengan adanya empat musim di sana, pasti diperlukan sumber panas maupun sumber listrik untuk perusahaan dan perumahan di seluruh wilayah Malmo. Dengan menggabungkan panas dan tenaga (Combined Heat and Power atau disingkat CHP),  kapasitas produksinya cukup untuk memenuhi 40 persen dari kebutuhan pemanasan distrik Malmö dan 20 persen dari kebutuhan listrik di wilayah Malmo. Heat and Power Plant ini selain desain dan pengoperasian peralatan secara efisien juga memakai bahan bakar gas alam, bukan minyak. Emisi gas NOx, N2, CO2, H2S maupun limbahnya dijaga sekecil mungkin. Di Swedia, untuk perusahaan yang mampu mencapai zero emisi maupun polusi yang sangat rendah (ada batasan-batasan tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah) akan diberikan penghargaan, sedangkan yang melebihi ambang batas akan didenda.

Selasa, 8 April 1997
Hari ini full dengan pelajaran tentang Listrik dan Heat Exchanger (alat perpindahan panas) tanpa ada study visit. Setelah pulang dari kantor, kami berhenti di pusat kota. Masuk ke mall-mall dan toko yang bertuliskan duty free. Kami mencari sweater-sweater tebal yang berharga miring sebagai oleh-oleh (nantinya repot banget membawanya). Lalu mampir ke toko kecil di dekat Hotel untuk membeli kartu telpon (jaman dulu Hp dan BB, FB, twitter belum ada) yang bergambar lucu-lucu, ada anak-anak kambing, ada castil, dsb-nya. Kartu ini selalu saya pakai tiap hari untuk menelpon rumah (anakku yang masih bayi, suami, maupun pembantu) dan juga Ibu dan adikku. Bekas kartu telpon atau disebut telefonkort yang dikeluarkan oleh Telia (Telkom-nya Swedia) ini menjadi souvenir yang lebih diminati beberapa teman di Bontang daripada souvenir yang lain. Kalau di Denmark kartu telpon ini tertulis Teledanmark. Kalau di Norwegia dikeluarkan oleh Telenor.

 
 Kartu dan karcis yang saya pakai selama di negeri Skandinavia minus Finlandia

Rabu, 9 April 1997,
Dimulai dengan pengetahuan tentang Energy Producing Plants, kemudian malamnya dilanjutkan kelas khusus yang kami pelajari alias kami saksikan yaitu  Swedish Folklore Dancers. Kantin kantor disulap menjadi ruangan luas yang dipakai untuk menari tadisional ini. Sebelumnya Bertil, Asa, dan Wiveca sudah menyambut kami dengan ramah di pintu kantin.

Swedish Folklore Dances adalah tarian rakyat Swedia di masa lalu. Merupakan budaya yang dipelihara oleh Pemerintah Swedia dan ditampilkan dalam sertiap kesempatan, seperti saat ini. Penari-penarinya memakai baju tradisional rakyat Swedia yang khas. Kalau di Indonesia ini mirip baju kebaya-nya.
Berpasang-pasangan menari Swedish Folklore Dances

Penari perempuan memakai baju putih lengan panjang dan berkerah (rimpel, dsb-nya) kemudian memakai rok panjang warna gelap dan celemek untuk blouse maupun rok. Kerudung segitiga diikatkan di kepala, dan memakau sepatu pantofel dan kaos kaki berwarna hitam. Manis, sopan, dan simple.  Sedangkan kostum para pria tidak kalah atraktif. Memakai hem lengan panjang berwarna putih dan memakai baju luar semacam tuxedo pendek berwarna gelap (hitam), kemudian memakai celana tiga perempat napoleon yang ketat di ujung, dan dilengkapi kaos kaki selutut. Warna celana biasanya coklat atau putih. Tak lupa sepatu (boot) hitam dan topi (mirip topi svenson) warna hitam. 

Kostum pria ber-tuxedo pendek warna gelap dengan celana tiga perempat napoleon ketat di ujung

Musik dan nyanyian yang mengiringi tarian atau dansa ala pedesaan Swedia ini sangat rancak dan memerlukan gerakan lincah. Konon tarian ini merupakan simbol dari kesuburan dan kemakmuran Kekompakan dan kegembiraan terasa di sini. Para penari masuk dengan berpasang-pasangan. Kemudian masing-masing pasangan melakukan gerakan tarian maju mundur (seperti tarian Serampang Dua Belas tetapi berbeda fomat dan rasanya). Kemudian bergandengan melingkar bersama. Berbagai gerakan bersama juga dilakukan. Pokoknya meriah sekali. Aku dan beberapa temanpun diajak terlibat untuk menari. Mempraktekkan gerakan-gerakan indah dan lucu bersama-sama. Mengangkat dan mengayunkan tangan, dan melangkahkan kaki bersama-sama. Tim penari ini merupakan tim kesenian Malmo yang bernama “Folkdansens Vanner”. 

 Mereka menari dengan lincah

Kostum para penari perempuan.

Gerakan kayak ayunan

Sehabis ikut menari, aku mendapat teguran dari salah temanku yang berasal dari Timteng. Dikatakan bahwa aku tidak layak ikutan dance seperti itu karena aku muslimah, memakai kerudung (jilbab) dan telah bersuami. Kalau suami tidak ikhlas, bisa kena rajam. Astaghfirullah, rasanya aku tidak melakukan gerakan yang aneh-aneh, menurutkan gerakan-gerakan tarian itu cukup sopan, dan ini dilakukan bersama-sama dan kita seharusnya menghargai seni budaya bangsa lain. Betapa banyak yang harus kita pelajari dan juga saling sharing bila bertemu dengan teman-teman dari berbagai Negara ini.

Kamis, 10 April 1997
Seperti kemarin. Kegiatan penuh. Kuliah terus. Kali ini belajar tentang peralatan Evaporator dan Electric Power Generation. Pulangnya, aku dan Yani jalan-jalan ke pasar tradisonal. Di sana banyak dijual tanaman-tanaman cantik dan bunga-bunga indah. Buah-buahan terlihat segar dan mulis. Ada jagung, buncis, wortel, tomat dan kacang panjang yang terlihat bagus dan segar. Lalu aku ingat kata-kata Asa bahwa dia jarang membeli buah-buahan maupun sayuran yang terlihat licin, besar, dan mulus. Dia lebih memilih kacang panjang yang keriting dan mungkin ada sedikit kutunya daripada yang mulus. Karena buah dan sayuran yang besar dan gemuk dikhawatirkan banyak disemprot dengan pestisida dan juga memakai pupuk anorganik. Salut dan setuju. Bahkan konon pabrik pupuk anorganik sudah tidak ada di Swedia. Aku jadi mesam-mesem kalau mengingat ini. Kalau begitu bagaimana nasib pabrik urea-"ku" dong?

Jum’at, 11 April 1997
Hari Ulang tahun adikku.  Belajar tentang Dryers dan Efisiensi Energi pada Power Supply dan dilanjutkan study visit ke Barseback Nuclear Power Plant (BNPP). Kami berangkat dari kantor jam 13.00 menuju ke Pembangkit Power Tenaga Nuklir Swedia yang ada di Barseback dekat Malmo. Diperlukan waktu 30 menit sampai ke Barseback. Lokasi pembangkit tenaga nuklir ini berada di pinggiran pantai yang indah. 



 Barseback Nuclear Power Plant (BNPP)

Kami sudah diingatkan untuk tidak lupa membawa passport dan tidak boleh membawa kamera. Siap. Karena kami memang akan masuk ke suatu tempat yang bagiku sangat mengagumkan. Pada saat itu Swedia sudah memiliki banyak pembangkit Nuklir sementara Indonesia masih bercita-cita, dan belum terlaksana juga sampai sekarang.

Barseback Nuclear Power Plant (BNPP)
Sampai di BNPP kami disambut oleh pegawai di sana, dan diajak masuk ke auditorium BNPP. Sebelumnya passport kami dikumpulkan di resepsionis, dan diganti dengan badge tanda masuk Plant. Peraturan dan proses di Pembangkit Nuklir ini diterangkan garis besarnya di auditorium. Setelah itu kami diajak ke ruang ganti pakaian. Kenapa harus ganti? Jelas untuk menghindari efek langsung dari sinar radioaktif. Pakaian yang kami kenakan mirip pakaian astronot dan berwarna putih. Sekujur tubuh kami tertutup dengan baju berwarna putih dan juga masker kaca. Sepatu kamipun dibungkus plastik. Kayak astronot yang mau mendarat di planet lain.

Pemandu kami adalah seorang perempuan cantik dan sarjana nuklir (ehm keren). Dia sudah siap menerima konsekwensi bekerja di sini, disebutkan bahwa efek dari radiasi nuklir adalah kemandulan, apalagi kalau berkecimpung sehari-hari. Benar-benar wanita modern. Mrs cantik ini (aku lupa namanya) walau terlihat lembut bergerak cekatan. Jalannya cepat dan naik turun tangga dengan lincah. Kami diajak melihat-lihat reaktor nuklir dari atas. Kemudian diajak naik lift, tetapi lift-nya bukan untuk naik, tetapi untuk turun ke bawah hingga dasar ke sekian di dalam perut bumi (seingatku kedalamannya sekitar lima sampai enam lantai ke bawah, perlu aku yakinkan di buku panduannya). Hebat sekali. Bagaimana bisa membuat ruangan ini kedap air? Kami melihat reaktor dan peralatan yang lain di bawah. Kemudian naik ke atas lagi untuk melihat unit peralatan lain yang ada di luar lewat jendela kaca.



Singkat kata, aku sangat puas diajak ke sini. Menakjubkan dan luar biasa!

Dan sore ini kami harus segera pulang ke Hotel dan untungnya sampai di Hotel sesuai jadwal yang kami harapkan (sekitar jam 17.00). Karena jam 18.00-an, aku, Yani, dan teman kami Udomphan dan Theerasak (dari Thailand) akan segera menuju stasiun kereta api Malmo. Malam itu kami berencana ke Oslo, Norwegia naik kereta malam yang berangkat sekitar jam 19.00.

Naik Kereta Api

Stasiun kereta api Malmo terletak berdekatan dengan pelabuhan ferry penyeberangan ke Kopenhagen. Kami hanya berjalan kaki dari Hotel tidak lebih dari 15 menit. Langsung membeli tiket. Terus terang aku dalam kondisi lelah dan ngantuk berat. Hari ini acaranya full banget dan benar-benar menyita tenaga. Aku ingin cepat-cepat duduk di kursi kereta api.

Di kereta api bersama Udomphan dari Thailand

Masuk ke gerbong kereta aku heran, ruangan kereta bentuknya kayak bilik (kompartemen) yang ada pintunya. Tidak terlihat ada kursi. Nah...agak bingung jadinya. Tempatku di bilik nomor sekian. Aku buka pintu ”kamar” itu. Lho kok bukan kursi, tetapi tempat tidur gantung kanan kiri, masing-masing bertingkat tiga. Dan aku tambah deg-degan karena kami berempat mendapat tempat terpencar (berbeda bilik). Di dalam sudah selonjor lima orang, tinggal satu tempat tidur di kiri, paling atas lagi! Tempat tidurku! Benar-benar kejutan. Ya Allah...bayangkan tidur bareng-bareng orang di satu kamar, dan aku di atas. 

Interior dalam Kereta Api Malmo-Oslo (diambil dari blog Sigit Adinugroho)

”Teman-teman” sekamarku cuek saja. Mereka kelihatannya kelelahan. Yang tidur persis di bawahku  berkulit hitam, dan di dipan seberangku berkulit putih dan berambut pirang. Kelihatannya hanya ada dua orang bule di kompartemenku, yang lainnya berkulit berwarna. Semuanya laki-laki. Bayangkan (lagi)! Aku sebenarnya pengen menukar tempat mereka dengan tempat teman-temanku, tetapi bagaimana nih ngomongnya, lagian sebagian dari teman se-kompartemen-ku ini sudah tidur mendengkur. Yang belum tidurpun gayanya acuh tak acuh dan tak peduli. Bagus....

Kereta belum berjalan. Ada waktu untuk menenangkan diri. Akhirnya aku berusaha cuek juga, kemudian naik ke tempat tidurku itu sambil berdo’a dan meyakinkan diri dengan bekal bela diriku (?!@#$)  yang sedikit-sedikit masih aku ingat gerakannya. Aku sekalian menjamak sholat Maghrib dan Isya’-ku. Jadi lebih tenang.

Kereta SJ Nattåg (kereta malam) reguler inipun siap untuk berjalan. Sayup-sayup terdengar suara kondektur meniup peluit dan pengumuman kereta diberangkatkan. Lampu kota dan jalanan yang sepi Malmo pun melepas keberangkatan kami. Ketika kilatan lampu kian redup, berarti gerbong mulai meninggalkan kehidupan kota. Walau sempit, tempat tidur susun (berth) ini kiranya cukup nyaman dan membuat aku yang kelelahan melupakan rasa was-was karena dibuai oleh irama benturan roda dan rel yang teratur hingga terlelap begitu cepat sampai akhirnya terbangun karena ada suara peluit dan memelannya (jalan) kereta api ini.

Sabtu, 12 April 1997
Astaghfirullah, aku hampir saja telat sholat subuh. Aku langsung turun dari tempat tidurku dan mencari toilet untuk sikat gigi dan wudlu. Waktu aku keluar, masyaallah, kereta api ini sedang merambati tebing-tebing tinggi yang demikian curam dan terlihat demikian indah. Aku belum pernah melihat pemandangan seperti ini. Kereta api seakan meliuk-liuk menempel pada tebing-tebing cadas. Betapa pandainya mereka membuat kereta api yang safe seperti ini. Cadas-cadas itu demikian dekat di depanku. Aku cepat-cepat sholat dalam posisi duduk, setelah itu melanjutkan memandang keindahan alam wilayah Norwegia nan permai. Semburat sinar surya di antara tebing-tebing tinggi dan bayang-bayang pohon-pohon pinus dan perdu-perduan terlihat demikian menakjubkan. Sebentar lagi kereta akan sampai Oslo. Andai aku bangun lebih pagi, pasti lebih banyak lagi pemandangan indah yang dapat aku lihat.

Sekitar jam 07.00 pagi kami sampai ke Oslo. Kami tidak dapat langsung ke Hotel. Kita putuskan untuk jalan-jalan di sekitaran stasiun (tanpa mandi dulu!). Rasanya muka agak lengket (walau sudah cuci muka dan sikat gigi). Tetapi tak apa. Ini namanya perjuangan untuk melihat kota di wilayah utara bumi ini. Suhu di sini memang terasa lebih dingin dibandingkan dengan Malmo.

Postcard Oslo
Di Jembatan dekat Hotel, Oslo

Keluar dari stasiun kereta, terlihat gedung-gedung yang tinggi. Bendera berdasar warna merah dan bersalib putih berkibar di gedung-gedung. Kami benar-benar sudah sampai Norwegia! Gedung bercat coklat (kuning) banyak mendominasi. Kami berjalan ke arah gedung-gedung di atas sana. Seingatku ada gereja, kantor post, pasar, dsb-nya. Lagi-lagi teringat penataan kota yang seragam seperti ini. Oh iya, aku mendapat pesanan dari teman-teman Indonesia di Malmo untuk menghubungi Mbak Retno, staff Kedutaan Besar Norwegia saat itu yang sangat antusias bila ada orang Indonesia yang mampir ke Norwegia, khususnya kota Oslo. Bahkan disarankan untuk menelpon beliau dan pasti akan dijemput di tempat janjian. Tetapi dengan pertimbangan kami di sini hanya semalam, daripada merepotkan lebih baik  kami jalan sendiri (apalagi bersama teman-teman lain).


Setelah puas berkeliling di kawasan gedung-gedung kuno di sekitaran stasiun, kami kemudian menuju ke Hotel. Sedikit ingat sedikit lupa, kami saat itu naik trem menuju daerah pusat kota Oslo dan dekat dengan Hotel yang akan kami inapi nanti malam.  Alamat Hotel yang kami tuju sudah ada pada Udhompan. Dhompan yang mencari alamat hotel itu di internet. Sementara Theerasak membawa peta kota Malmo. Dhompan (dibaca : Dupong) adalah manager di Pembangkit Listrik terbesanya Thailand (seperti PLN-nya Indonesia); dia bersifat sabar, ngemong, dan cekatan. Jadilah kami jalan-jalan dengan nyaman. Dari situ aku belajar banyak dari Dhompan.  

Kami berhenti di pinggir pantai yang indah, berfoto-foto. Kemudian di depan patung raja berkuda. Lalu juga di jembatan kota yang bersih. Obyek wisata di Oslo mungkin cukup banyak. Namun sesuai tujuan semula, goal yang ingin kami capai adalah menginjakkan kaki di Oslo dan melihat kota cantik yang punya plesetan nama Solo dari orang-orang Indonesia. Di sanapun banyak toko-toko yang menjual barang dan baju second hand. Kami juga sempat masuk ke situ.

Bertemu teman se-Perusahaan
Saat makan siang tiba. Kami sudah mulai lapar.  Sempat kebingungan untuk mencari restoran yang pas. Karena bagaimanapun kami harus memilih. Kami sempat berkeliling ke tempat semacam pujasera-nya Oslo. Theerasak dan Dhompan setuju saja dengan kami. Akhirnya aku dan Yani memutuskan ke Mc Donald dan pesan burger ayam. Saat kami masuk ke Mc Donald...tarraaa...duduk di depan sana teman kami satu perusahaan : Khaspan Purba!!! yang kemarin sempat kami dengar mengikuti pelatihan soal Maintenance di Stockholm. Jadinya heboh! Dia sudah sebulan di Stockholm dan tidak ada teman sama sekali dari Indonesia. Selama sebulan itu dia merasa bosan berbahasa Inggris terus. Pengen  sekali bertemu dengan orang Indonesia dan berbahasa Indonesia. Akhirnya dia berteman dekat dengan teman sepelatihannya dari Filipina dengan pertimbangan setidak-tidaknya ada bahasa tagalog yang hampir mirip dengan bahasa Jawa (kapan Bahasa Jawa sama dengan Bahasa Indonesia?), misalnya dalam mengurutkan nomor ..siji, loro,telu, papat...(hehehe). Dan tahukah anda, bahwa teman saya ini berasal dari Medan dan asli dari tanah karo!.


Akhirnya kami perlu check in dulu ke Hotel. Rate kamar Hotel sekitar 400 krona per malam, dan mempunyai fasilitas cukup menyenangkan: sarapan, tempat tidur nyaman, kopi dan teh gratis. Setelah check in, kami lanjutkan lagi berkeliling menyusuri dan mengelilingi kota  Oslo sampai tengah malam. Aku tidak ingat lagi ke mana saja. Yang jelas kami juga masuk ke mall-mall nya Oslo yang isinya sama saja dengan mall di Indonesia. Dan berjalan-jalan lagi ke down town Oslo sepuasnya, karena besok pagi kami harus pulang naik kereta pagi yang melewati Goteborg kemudian ke Malmo.

Yang aku ingat dengan kota Oslo adalah kota yang tenang, bersih, dan aristokrat. Orang-orangnya terlihat hampir semua berpendidikan. Bahasa Inggris dipahami oleh semua kalangan. Selain yang aku ingat, masih banyak hal yang tidak aku ingat karena perjalananku ini singkat dan sudah berlangsung pada belasan tahun lalu.

Setelah matahari mulai tenggelam, kami balik ke hotel dan beristirahat. Menyiapkan diri untuk berkerataapi ria lagi balik ke Malmo.


Minggu, 13 April 1997
Bangun pagi. Kemudian sarapan. Setelah itu berfoto-foto sebentar di sekitaran Hotel, baru kemudian kami menuju ke stasiun Oslo. Kami naik kereta ekspres yang routenya agak berbeda, yakni melewati kota Goteborg. Perjalanan dari Oslo - Goteborg – Malmo menurut saya tidak seseru route kemarin. Tebing-tebung curam yang kemarin tidak terlihat. Hanya saat melewati Goteborg, pemadanangnya laut, dermaga, dan pelabuhannya sangat indah dan sibuk. Banyak kapal-kapal yang bersandar dan container-container yang menumpuk rapi di pinggir pelabuhan. Kereta api sempat berhenti di kota ini untuk menurunkan sebagian penumpang. Namun  kami tidak sempat turun di sini, karena waktu kami terbatas. Besok pagi sudah ada kelas yang harus  kami ikuti kembali.

Kota Goteborg dengan pelabuhannya.


Kami sampai di Malmo sekitar jam 19.00. Langsung pulang berjalan kaki menuju ke Hotel. Habis itu selonjor lagi.... 



(to be continued to part 4)

Bontang, 09 Agustus 2011 (dikirim ke blog ini tanggal 26 September 2013, agar cerita ini tidak hilang).