Rabu, 09 Oktober 2013

KE MALMO SWEDIA, LANJUT KE STOCKHOLM BER-BUS RIA (Seri 4, Minggu III)



Oleh : Manik Priandani, Bontang

Ber-28 orang dalam satu kelas memang cukup ramai dan meriah. Setelah menginjak minggu ketiga mulailah ketahuan sifat atau ciri khas masing-masing personal maupun kebiasaan khas suatu Bangsa. Mungkin ini yang disebut sifat dan budaya.  Orang Indonesia terlihat selalu ramai kalau bertemu dengan sesama orang Indonesia atau kenalan, misalnya. Peserta maupun pengajarpun tahu rombongan siapa yang sering datang belakangan alias terlambat sampai lebih dari setengah jam, dan rombongan mana yang selalu ramai di kelas, siapa yang suka mengomentari gerak-gerik orang, suka berdiskusi, peduli, dsb-nya. Dan sangat mengagumkan...bahwa adat istiadat itu hampir identik dengan Bangsa tertentu; mungkin itulah muncul ilmu Anthropology maupun Sosiologi. Hal seperti ini merupakan ilmu tambahan yang jarang kami peroleh dari suatu pelatihan pada umumnya. 

Senin, 14 April 1997
Setelah mempelajari Steam dan Condensate Systems, di siang harinya kami dijadwalkan untuk mengikuti praktek dan menghitung Steam dan Condensate system di laboratorium Universitas Lund Malmo. Karena mau jadi mahasiswa setengah hari, kami dianjurkan membawa kalkulator dan peralatan tulis.

LUND UNIVERSITY
Letak University of Lund tidak terlalu jauh dari Malmo. Hanya memerlukan waktu seperempat jam dengan naik bus dari kantor AF.  Universitas Lund merupakan salah satu universitas tua di Eropa Utara. Suasana di universitas ini sangat nyaman. Universitas Lund  atau dalam bahasa Swedia (Svenska) disebut Lunds Universitet biasa juga disebut Regia Academia Carolina, atau Universitas Gothorum Carolina, merupakan lembaga pendidikan dan penelitian terbesar di Skandinavia. Universitas ini didirikan pada tahun 1666 dan merupakan universitas tertua kedua di Swedia setelah Universita Uppsala yang didirikan tahun 1477. (Bayangkan, betapa orang Swedia memang sudah suka belajar dan berpendidikan tinggi di saat kita masih belajar dengan cara yang berbeda). Univeristas Lund memiliki beberapa kampus tambahan di Malmo dan Helsingborg.

Di akhir pelatihan nanti, kami mendapatkan formulir isian bila tertarik untuk melanjutkan belajar di sini, dan akan didukung dan direkomendasikan oleh lembaga pelatihan kami. Sebenarnya saat itu saya sangat tertarik, namun teringat bagaimana dengan keluargaku. Bila benar-benar diterima (hehe..ge-er dikit, padahal cukup sulit masuk sini), masak harus berpisah dengan dengan bayiku yang masih imut. Akhirnya formulir tersebut hanya kusimpan sebagai kenang-kenangan. Hidup harus memilih dan membuat skala prioritas untuk diri sendiri.


Lund University
Selasa, 15 April 1997
Kali ini mendengarkan penjelasan tentang Automatic Control, dan siang harinya (13.00) dilanjutkan study visit ke Alfa Laval Thermal AB, Lund, sampai sekitar jam 16.30. Alfa Laval adalah pembuat peralatan pabrik, khususnya peralatan perpindahan panas yang berbentuk plate. Di pabrik kami-pun banyak memakai peralatan type ini.

ALFA LAVAL THERMAL AB LUND
Dalam kunjungan kami ke Alfa Laval Thermal AB Lund ini, kami dilarang untuk memfoto. Namun aku sangat kagum dengan pembuatan plate dan alat perpindahan panas yang terlihat cukup sederhana itu (padahal sebenarnya tidak sesederhana itu). Peralatan yang dipakai berupa mesin pengepress yang sudah memiliki cetakan pola dengan alur-alur tertentu (dihitung dan didesain oleh para ahli sesuai prinsip pertukaran panas, dan inilah sebenarnya teknologi yang mahal), kemudian lempengan logam dengan ketebalan tertentu dimasukkan ke dalam mesin. Lempengan logam yang permukaannya semula mulus, keluar mengikuti pola cetakan. Plate tersebut menjadi seperti kulit wafer logam tipis. Kemudian dilumasi dengan oli, dipasangi gasket, kemudian dirangkai. Jumlah plate yang dirangkai sesuai dengan kebutuhan. Cerdas betul yang pertama kali menemukan ide pembuatan HE seperti ini.

Di sore harinya kami menuju kantor kembali, karena akan ada presentasi tentang politik, ekonomi, budaya, science, teknolcgi, dan antisipasinya dari jam 18.00. Acara ini selesai hingga jam 20.30. Pada intinya masyarakat Swedia memiliki teknologi tinggi, tatanan ekonomi politik yang stabil, menghargai hak azasi manusia, dan mencintai lingkungannya.

Rabu, 16 April 1997
Rabu kali ini pelajaran benar-benar full sampai sore. Dari case study material and energy balances, sampai compressor udara. Sorenya, Aku dan Yani kembali jalan-jalan ke toko-toko kristal dan gelas-gelas indah. Bagus-bagus semua. Liontin mungil cantik dengan harga yang relatif murah akhirnya terbeli juga. Dan kami juga mencoba jajanan pinggir jalan yaitu kebab isi sayur (untuk vegetarian). Enak juga.

Kamis, 17 - 20 April 1997
Pagi-pagi kami sudah diingatkan untuk sarapan di restorasi (jadi teringat suasana ruang itu; tempat duduk dan mejanya terbuat dari kayu yang dicat hijau, persis dalam gambar di part 1, semuanya serba hijau), dengan sajian seperti biasanya : roti tawar, croisan, selai, keju, mayonaise, berbagai salad, tomat, dan makanan-makanan lain (yang jarang saya ambil), kopi, teh, dan juice. Hari ini kami akan menuju ke Stockholm naik bus.

Jam 08.00. kami berangkat ke Stockholm dengan membawa satu ransel punggung yang berisi baju ganti dan tetek bengek untuk keperluan selama 3 – 4 hari. Untungnya saat itu musim semi, hawa-hawanya masih seperti musim dingin. Artinya badan tidak banyak berkeringat, jadi aku hanya membawa baju dua stel dan siap dipadu-padankan. Selain itu aku hanya punya satu buah baju hangat yang berwarna merah itu. Kemarin sempat tertarik untuk membeli satu overcoat cantik, namun sayang saat itu tidak menemukan ukuran yang pas (dan harganya cukup ehm).

Bus yang kami naiki adalah bus dengan kapasitas 30 orang. Jadi pas benar dengan satu rombongan besar kami ini. Waktu itu, aku melihat bus ini terlihat bagus dan efisien. Bagasi luas dan tempat duduk penumpang, letaknya sangat tinggi. Seperti bus semi tingkat yang dilengkapi dengan toilet di dalam.

Pemandangan di sepanjang jalan begitu menarik. Bunga-bunga rumput warnai warni, kuning, merah, ungu, bermekaran di sepanjang jalan maupun tanah kosong. Sedangkan rumah-rumah pertanian yang bercerobong dan mengeluarkan asap di atasnya dikelilingi oleh ladang gandum yang menguning bak permadani kuning yang dihamparkan. Aku jadi teringat foto-foto yang sering kita lihat di kalender atau gambar sulaman yang dipigura di rumah. Kemudian terlihat tanah-tanah luas berperdu dan bertanaman pendek. Tanaman-tanaman yang tinggi jarang terlihat. Di sebelah kiri kami, seing terlihat danau biru yang membentang. Memang betul-betul negeri danau.

Jam 12.00. kami sampai Monsteras dan akan makan siang di sini. Di sepanjang jalan Monsteras, terlihat danau-danau yang luas dari kejauhan. Kami turun di restoran yang punya tempat parkir sangat luas dan berlatarbelakang danua Monsteras yang indah. Banyak kendaraan dan bus yang parkir di sana. Berarti ini tempat istirahat yang popular bagi orang-orang untuk melepaskan lelah selam menempuh perjalanan yang panjang. Bayangan saya sepert kita mampir di Cirebon atau Tegal saat berkendara dari Jakarta ke Semarang.

SODRA CELL AB MONSTERAS BRUK PULP PRODUCTION
Di Monsteras ini ada pabrik kertas terkenal yang bernama Sodra Cell AB, Monsteras Bruk Pulp Production. Setelah makan siang kami mampir ke sana. Mempelajari proses, pengolahan limbah, maupun bagaimana cara mendapatkan bahan baku berupa kayu yang rutin harus disediakan. Sodra Cell AB konsisten dalam menyiapkan bahan baku secara kontinyu dengan menanam pohon sekian Kali lipat jumlahnya setiap menebang satu pohon, sehingga dengan cara ini tidak akan kehabisan bahan baku. Sodra Cell AB memiliki lahan luas yang khusus ditanami pohon-pohon ini. Hal ini perlu juga dicontoh oleh negara-negara  berkembang seperti Indonesia yang kaya hutan, namun amsih belum dapat mengimbangkan antar yang ditebang dengan yang ditanam.

Usai study visit tersebut, jam 15.30. kami berangkat dari Monsteras ke Stockholm. Masih perlu waktu sekitar 5 jam lagi untuk sampai Sockholm. Kami gunakan untuk ngobrol, menikmati pemandangan di kiri dan kanan, dan tidur!

Sekitar jam 20.00-an sampailah kami di ibukota negara Swedia, Stockholm.  Kami akan menginap di Kom Hotel.



KOM KOTEL
Hotel Kom terletak di jalan Dobelnsgatan 17 – 19 111 40 Stockholm (Lama-lama aku tahu bahwa ”Sgatan” itu artinya ”jalan”, karena hampir semua jalan memakai kata sgatan di belakangnya).

Lokasinya di pusat kota dan mudah ke mana-mana. Hotel berbintang tiga ini dekat sekali dengan Radmansgatan Metro Station dan Drotttninggatan, ”Stureplan”, London Piccadilly, pusat perbelanjaan, mal, dan tempat-tempat wisata utama yang dapat hanya beberapa menit berjalan kaki. 10 menit berjalan kaki ke pusat kota (Sergels Torg) dan jalan perbelanjaan besar (Drottninggatan, atau  berjalan 3 menit ke stasiun kereta bawah tanah. Ke Gamla Stan-pun bisa berjalan kaki. Hotel kami terlihat sedikit nyelempit dengan lobby khas hotel-hotel di Swedia, mungil, namun efisien.


Jum’at, 18 April 1997

Sarapan pagi seperti biasa. Kali ini kami diajak ke NUTEK (Swedish National Board of Industrial and Technical Development). Jam  08.30. kami berangkat. Sampai di sana kami disambut oleh beberapa pejabat NUTEK, antara lain Mr. Kalle Hashmi (keturunan Arab) dan mendengarkan presentasi di ruang kelas yang cukup luas. Pejabat-pejabat NUTEK sangat ramah dan menyambut kami dengan antusias.

NUTEK (Swedish National Board of Industrial and Technical Development)
Adalah otoritas pusat public di Swedi yang menangani isu-isu kebijakan Industri di Swedia. Tugas lembaga ini adalah merangsang pembangunan Industri di seluruh wilayah Swedia. Lembaga ini mungkin seperti Departemen Perindustrian atau Kementrian BUMN, saya tidak begitu yakin. Namun bantuan-bantuan teknologinya juga terasa sampai di negara berkembang seperti Indonesia, terutama dalam research dan aplikasinya yang berhubungan dengan lingkungan hidup.

Jam 12.00. siang kami dijamu oleh NUTEK dan diajak makan siang di restorasi gedung ini. Saya sempat satu meja dengan Mr. Kalle Hashmi dan beberapa pejabat NUTEK. Obrolan kami saat itu cukup membanggakan saya, karena para pakar tersebut mengatakan bahwa walau saat ini Indonesia masih dianggap Negara berkembang, namun terlihat sebentar lagi akan menjadi Negara  maju di Asia, mengejar Jepang. Soeharto cukup bagus sebagai Presiden. Bangga sekali saat itu. Ah…andai kini hal itu benar-benar terbukti…..

Selesai makan siang, kami berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke tempat lain yaitu Enkoping. Kami akan mampir ke Enakraft Heat and Power Plant, Enkoping.

ENKOPING
Enkoping termasuk dalam provinsi Uppsala. Enkoping dekat dengan danau Mälaren, berjarak 78 km arah barat Stockholm. Merupakan kota besar di Swedia dan merupakan daerah bisnis dan industry dengan radius hingga 120 km. Selain itu Enkoping adalah daerah pertanian yang subur.

ENAKRAFT HEAT AND POWER PLANT, ENKOPING
Enakraft ini hampir sama dengan Heleneholm Heat and Power Plant, namun agak berbeda dalam hal bahan bakunya. Sama-sama memakai metode CHP (Combined Heat and Power), namun bahan bakar utama yang dipakai adalah chips kayu bukan gas alam. Kayu-kayu diperoleh dari limbah-limbah kayu industri. Kami mengelilingi pabrik ini dan masuk ke Plant, dan pabrik relatif sepi ( tidak banyak operator) yang mengoperasikan pabrik. Hampir semua computerised. Maklum penduduk Swedia tidak begitu banyak. Negeri ini pada urutan ke-155 di dunia untuk kepadatan penduduknya.

Study visit di Enakraft usia, dan pada jam 16.15.  kami balik ke Hotel. Saatnya jalan-jalan.

STOCKHOLM
Stockholm menobatkan dirinya sebagai ibukota budaya dari Skandinavia, sebuah wilayah yang mencakup Denmark, Norwegia dan Swedia. Kota ini memiliki lebih dari 100 museum yang tersebar di berbagai penjuru kota.

Setelah makan malam, saya sempatkan untuk keluar melihat-lihat sekitaran Hotel yang ramai, kiranya Hotel kami terletak di jantung kota dan pusat keramaian Stockholm. Asyik, besok dilanjutkan jalan-jalan lagi sampai puas. Sore itu kami berkeliling di sekitar Hotel.

Kami berjalan melalui Central Station dengan latar distrik Norrmalm, pusat kota modern Stockholm saat ini. Setelah itu, kami menuju ke lokasi bangunan-bangunan tua di Gamla Stan (kota tua). Untuk mampir ke pusat belanja nanti saja.

Umumnya kota-kota dibatasi oleh perbatasan semu, maka batasan wilayah dari satu daerah dengan daerahnya adalah air (seperti batas antara kota Jawa Barat dan Jawa Tengah adalah sungai Losari). Kota ini terdiri dari sekian pulau yang dihubungkan jembatan. Gamla Stan terletak di pusatnya, di sebuah pulau kecil yang menjadi cikal bakal kota Stockholm lebih 700 tahun yang lalu. Tak ubahnya seperti Kota Tua di Jakarta, Gamla Stan memiliki banyak sekali struktur bangunan yang masih mempertahankan keasliannya sejak jaman pertengahan.

Tata letak jalan-jalannya pun masih menyerupai zaman itu. Organik, seperti labirin dan sempit. Tak semua jalan itu bisa dilalui kendaraan bermotor. Selain karena daerah konservasi, kebanyakan juga terlalu sempit untuk dilewati. Karena waktu sudah menjelang sore, saya tidak dapat meneruskan jalan-jalan memutari Gamla Stan. Besok siang lagi saja. Sekarang balik ke Hotel dan mampir melihat-lihat toko-toko mungil berdinding batu bata yang berdempet-dempetan itu bersama isinya. Kaos dan topi yang bertuliskan Sverige terbeli sudah.

Setelah kembali ke Hotel, kami kedatangan tamu; temanku yang dulu bertemu di Oslo. Dia tahu kalau kami datang ke Stockholm, sehingga mendatangai Hotel kami, dan persis Hotel dia tidak jauh dari jalan Dobelnsgatan ini. Akhirnya kami bertiga mengobrol di lobby sampai sekitar jam 22.00-an. Setelah temanku pamit pulang, aku kaget saat teman sepelatihanku dari Timur Tengah menemuiku dan bertanya (lagi) : ”Itu saudaramu atau siapamu. Muhrim atau tidak? Kok malam-malam ke sini menemuimu?”. Oohh...makanya dari tadi dia duduk diam di pojok lobby sambil memperhatikan kami saat kami bertiga berbincang-bincang santai. Terima kasih teman telah dijaga, tetapi beginilah tradisi Indonesia, menerima tamu dengan terbuka, asalkan tetap memegang teguh norma, ajaran agama, dan tradisi luhur.

Sabtu, 19 April 1997
Hari ini kami akan mengunjungi Istana Drottningholm atau Drottningholms Slott.  Jam 08.55 kami bersama-sama naik bus menuju ke sana. Temanku ikut bergabung dengan kami (setelah minta ijin ke panitia). Lima menit kemudian kami sudah sampai ke istana megah dan cantik ini. Dari Hotel naik Bus diantar ke (nyampe jam 09.00) dekat sekali. Hotel kami terletak tidak jauh dari kawasan ini.

ISTANA DROTTNINGHOLM
Dalam bahasa Svenska disebut Drottningholms slot, yaitu tempat tinggal pribadi dari keluarga kerajaan Swedia (Konungariket Sverige). Dibangun di atas pulau  Lovön, dalam wilayah Kotamadya Ekero, Stockholm. Dibangun pada akhir abad ke-16. Pada abad ke-18 dipakai sebagai kantor Pengadilan Kerajaan Swedia. Drottningholm berarti Pulau Ratu, dan merupakan bangunan Renaisance yang dibangun oleh raja John III untuk ratu Cahterine Jagellon pada tahun 1580 dengan perancang Willem Boy.
Bangunan ini demikian mudah, dan halamannya luas sekali dan indah. Pagarnya berupa tumbuhan perdu yang dipotong cantik sedemikian rupa. Istana ini terlihat sepi. Bahkan saat itu hanya kami saja yang terlihat datang. Kami mengelilingi seluruh jalan berpagar tanaman tersebut. Dan jelas tak lupa berfoto ria. Untung ada temanku yang ikut. Karena dia sudah pernah ke sini, dialah yang menjadi juru jepret-nya.
Perjalanan dilanjutkan dengan berkeliling kota Stockholm dengan naik bus dan berhenti di down town Stockholm untuk beberapa lama. Sekitar jam 13.00 kami diantar kembali ke Hotel. Setelah sholat, kesempatan untuk melihat-lihat Gamla Stan dan sekitarnya kami lanjutnya hari itu. Mumpung di Stockholm!

GAMLA STAN
Gamla Stan adalah Stockholm di abad ke-13. Sebagian besar kabupaten ini terletak di pulau Stadsholmen. Ini berisi banyak gang-gang abad pertengahan, jalan-jalan, alun-alun, bangunan megah dan patung. Untuk mengelilingi kawasan ini hanya diperlukan waktu 1 jam minimal. Namun bila ingin berhenti dan duduk-duduk dahulu bisa lebih dari satu jam. Panjang total jalan hanya sekitar 1,1 km.

Bangunan di sini adalah bangunan bata merah dan lantainya berpaving kuat. “Rumah” yang satu dengan yang lainnya saling berhimpit. Di Gamla Stan ini terdiri dari beberapa  gang (jalan yang relatif sempit) yaitu Gang  Järntorgsgatan (Besi Square Street) membentang ke selatan, merupakan jalan utama ke kota dari Södermalm. Nama jalan ini diambil dari nama seorang pandai besi yang bernama  Jerntorgs Gatun (1685).

Kemudian Järntorget (Besi Square) adalah alun-alun kecil di Gamla Stan. Lalu Marten Trotzigs Grand sebuah gang yang mengarah dari Västerlånggatan dan Järntorget, jalan ini mengecil hingga menyempit sampai 90 cm (seperti gang-gang di Cisitu Lama Bandung). Marten adalah seorang pengusaha besi dan tembaga yang emnjadi pedagang terkaya di Stockholm abad ke-16.  Kemudian Österlånggatan (Timur Long Street), merupakan salah satu jalan utama di Stockholm selama berabad-abad. Di sini terdapat  restoran Den Gyldene Freden yang mempunyai interior yang tidka berubah hingga kini. 
Ada jalan Johannesgränd namanya berasal dari Ordo Santo Yohanes, sebuah gereja awal abad ke-16 di sisi utara bagian timur gang. Lalu ada Köpmanbrinken (Lereng Merchant) , terdapat patung Santo George dan Naga, replika asli tahun 1912 asli dari Katedral Stockholm Katedral. Kemudian Branda Tomten (Lot Burnt) adalah pertigaan untuk publik dengan beberapa bangku di bawah pohon kastanye.

Lalu gang Kindstugatan yang membentang barat dari Branda Tomten menjadi Tyska Brinken, melintasi Svartmangatan dan Skomakargatan. Gedung abu-abu di Nomor 4, Törnska Huset memiliki dua portal. Ketika membangun Nomor 13, di sudut Köpmangatan, dibangun pada 1768, ruang kecil di depan itu sengaja dibiarkan kosong untuk memungkinkan kereta kuda berubah haluan.
Prästgatan (Imam Street) membentang dari cul-de-sac barat Istana Kerajaan sampai Österlånggatan di sudut selatan Gamla Stan, sejajar dengan Västerlånggatan. Sedangkan Gåstorget (Goose Square) adalah alun-alun kecil yang terletak di antara dua gang, Överskärargränd dan Gåsgränd. Yang terakhir adalah gang Lilla Nygatan (Kecil New Street) membentang dari. Rumah nomor 6 adalah Postmuseum, yang menampung koleksi filateli pos dan unik bersejarah, didirikan pada tahun 1906.

Aku sempat melewati jalan kecil dan sempit banget dngan gedung yang agak suram, sehingga samapai di jalan buntu. Beberapa ruas jalan memang memiliki kesan sebagai jebakan turis, yang tersembunyi dan lebih menarik.

Di toko-toko ini sempat mencari motif cruisteek pesanan Ibu, namun tidak aku temukan. Akhirnya kau hanya membeli souvenir berupa piringan kayu berukir, bergambar gedung-gedung kuno Stockholm. Soal makanan khas di sana yang berupa gilingan daging (bakso), terus terang, aku tidak berani mencobanya. Lebih baik tidak, daripada salah makan.

Minggu, 20 April 1997
Di hari terakhir ini, kami mulai merasa mengenal kota Stockholm. Aku berjalan ke down town bareng Yani, Udhompan, Theerasak, Lina (Philipina), Sandra (Brazil), Sergio (Brazil) dan teman-teman lain. Sambil jalan banyak hal yang kami perbincangkan. Aku sempat heran bahwa teman-teman lebih tahu tentang issue-issue pemerintahan Pak Soeharto, bahkan sampai soal keluarga Pak Soeharto dan almarhun Bu Tien; sedangkan teman-teman  yang dari Amerika Latin membicarakan tentang ”penguasaan” Indonesia terhadap Timor Timur ; teman-teman dari jazirah Arab berbicara tentang orang-orang muslim di Indonesia; semuanya aku tanggapi dengan wajar dan meluruskan (sesuai versiku) bila mereka mempunyai pendapat yang salah. 


Kami mencari sovenir yang kurang. Aku dan Yani iseng-iseng masuk ke toko second hand lagi yang cukup banyak di sekitaran daerah itu. Barang cukup bagus. Banyak barang ber-merk tetapi sudah bekas orang. Aku tidak bisa membayangkan memakai baju bekas (terutama yang berbentuk blouse atau sejenisnya), rasanya risih saja. Seingatku sweater, kaos, dan topi, dan juga dasi yang telah aku beli kemarin di ”toko normal” sudah cukup sebagai oleh-oleh. Kami hanya melihat-lihat dan membandingkan harga yang memang jauh lebih murah daripada dengan yang baru (jelas dong ya).

Kami berjalan lagi sampai di kawasan gedung yang megah. Setelah kami lihat, kiranya kami berada di sekitar Stadshuset atau gedung balaikota dengan tiga Kronen emas diatas menara yang merupakan simbol kota Stockholm dan merupakan tempat berlangsungnya Gala Dinner acara pemberian hadiah Nobel. Dari sini, kami juga dapat melihat kota Stockholm dari atas bukit. Pengen rasanya masuk ke gedung tersebut, namun gedung tertutup untuk umum dan dijaga ketat. Kami terus berjalan, kemudian kami melewati Museum Nobel yang di depannya terdapat patung Pak Alfred Nobel. Hanya beberapa meter berjalan, sampailah kembali di jalan Dobelnsgatan, tempat Hotel kami berada.

Acara bebas berlangsung hingga jam 13.00. Setelah makan siang dan mengemasi semua barang untuk dimasukkan ke ransel dan sebagian barang ditenteng, sekitar jam 14.00 kami naik bus dan saatnya kembali ke Malmo. Perjalanan pulang ini tidak banyak yang kami lihat dan lakukan, karena hari semakin sore dan kami hanya berharap bisa segera sampai ke Malmo untuk beristirahat, karena esok pagi sudah ada acara masuk kelas. Kami sampai di Malmo jam 23.00. Hampir lewat tengah malam.
(Bersambung ke Seri 5 ).
.
Bontang, 11 Agustus 2011 (dipindah ke Blog Manik Priandani 09 Oktober 2013)